Komunitas Pelestari Budaya Bahas Langkah Pengajuan Kebaya Ke UNESCO
Komunitas Pelestari Kebaya yang tergabung dalam Timnas Hari Kebaya Nasional melakukan diskusi bersama dengan Wantimpres, Kemlu, Kemendikbud, Kemenko PMK dan Perwakilan dari UNESCO.
Kegiatan ini berkolaborasi dengan PANDI dan di selenggarakan di Kantor DNet ISP, Jakarta Timur, Selasa (29/11).
Putri Kuswisnu Wardani anggota Wantimpres mengatakan bahwa pada dasarnya semuanya ingin warisan kebudayaan kebaya lestari, asalkan semua bisa duduk bersama dan mencari jalan keluar.
“Idealnya tentu kita maunya single nomination, akan tetapi semua pilihan itu tentunya kita dampingi. Kebetulan Malaysia yang sudah berinisiatif dan berembuk ke Negara Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam. Kita gak akan pernah tahu kalau kita gak masuk ke dalam itu. Maka dari itu joint nomination juga perlu dipertimbangkan. Kalaupun masih belum mengerucut, masih ada waktu hingga 2023 untuk memutuskan,” ujar Putri.
Putri mengatakan bahwa pertemuan antar komunitas pelestari kebaya ini bukan kali pertama, dan merupakan tindak lanjut dari beberapa diskusi yang telah dilakukan silam.
“Apa yang di ingini oleh Indonesia? Dan strateginya seperti apa? apakah kita mau ikut mendaftarkan (joint nomination)? apakah kita melakukan sendiri (single nomination)? semua kesempatan harus dipelajari seperti apa. Makanya kita mengundang pakar-pakar dari Kementerian yang terkait, makanya kita kumpulkan mereka untuk meminta pendapatnya. Ini (diskusi) bagian dari proses,” ungkap Putri.
Senada dengan Putri, Ketua Timnas Hari Kebaya Nasional, Lana T Koentjoro menjelaskan diskusi kali ini bertujuan untuk menyamakan persepsi antar komunitas pelestari kebaya. Sehingga mempunyai kesamaan visi misi dan bisa mengambil sikap akhir.
“Kita menanggapi dari berita berita dan dari pihak 4 negara yang sedang dalam berproses untuk mengajukan joint nomination. Tentunya banyak pertanyaan ke kami dari Timnas sendiri. Apa nih tanggapannya? Bagaimana? Ko lama banget? Ko ga bikin sesuatu? Jadi teman-teman di komunitas, ayo kita bikin forum untuk kita diskusi. Jadi hari ini adalah rembuk bersama untuk sosialisasi. Karena mungkin kita kan perlu satu persepsi dulu untuk menentukan langkah apa yang akan kita ambil, apasih yang terbaik untuk ini. Saat ini adalah bagian daripada proses tersebut,” terang Putri.
Wacana Melakukan Dua Opsi Langkah Pengajuan
Menurut Heru Nugroho, salah satu pihak yang mulai tahun 2013 ikut terlibat mengawal Tradisi Pencaksilat hingga memperoleh penetapan sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda dari UNESCO pada tahun 2019 mewacanakan agar Indonesia harus segera memutuskan untuk ikut bergabung bersama Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam & Thailand dalam pengajuan Kebaya ke UNESCO yang minggu lalu telah dideklarasikan oleh empat negara Asean tersebut.
Gagasan yang sama juga disuarakan secara eksplisit oleh beberapa perwakilan komunitas dan lembaga yang hadir pada pertemuan itu, diantaranya : Pewaris Kebaya Labuh, Pewaris Kebaya Kerancang, Komunitas perempuan Berkebaya (KPB), Perempuan Berkebaya Indonesia {PBI).
Selain itu, Perempuan Indonesia Maju (PMI), Komunitas Notaris Indonesia Berkebaya (KNIB), Pecinta Sanggul Nusantara, Pertiwi Indonesia, Cinta Budaya Nusantara (CBN), Citra Kartini Indonesia (CIRI), RAMPAK SARINAH, Institut Sarinah, Himpunan Ratna Busana, Sekar Ayu Jiwanta, Asosiasi Tradisi Lisan, Komunitas Diajeng, Komunitas Kebaya Kerancang, Warisan Melayu, Lembaga Adat Riau, Sanggar Lembayung, Himpunan Ratna Busana, serta Dewan Kesenian Kepri.
“Akan sangat rumit menjelaskan pada masyarakat awam jika Indonesia tidak ikut rombongan pengajuan nominasi yang telah dideklarasikan oleh empat negara tersebut,” ujar Heru.
Namun menurut Heru, kemungkinaan untuk pengajuan secara single nomination juga bisa disusulkan terpisah nanti, tentu dalam konteks yang berbeda.
“Pada daftar Warisan Budaya Dunia TakBenda tentang Pencaksilat, ada dua konteks berbeda yang mendapat penetapan dari UNESCO, yaitu Pencaksilat sebagai sebuah tradisi dan budaya yang diusulkan secara single nomination oleh Indonesia, sedangkan usulan dari Malaysia yang juga mendapat penetapan yang sama, lebih menekankan pada konteks bela diri dan olahraga.
“Jadi pecinta budaya kebaya di Indonesia gak perlu merasa kehilangan peluang untuk pengajuan nominasi kebaya secara single nomination. Karena kemungkinan tersebut masih terbuka. Dugaan saya Indonesia memiliki tradisi berbusana kebaya yang cukup panjang dibanding negara asean lainnya, serta keragaman yang sulit ditandingi negara manapun, mengingat penduduk indonesia terdiri dari banyak suku bangsa. ” tambah Heru yang ikut menginisiasi gerakan cinta kebaya melalui website www.tradisikebaya.id
Heru menambahkan semua pihak perlu menyadari konsekuensinya, karena hanya berlandaskan kecintaan pada kebaya dan membuat berbagai acara kebaya saja dirasa belum cukup.
“Karena juga harus menggali data-data yang berasal dari berbagai sumber primer untuk digunakan sebagai referensi dasar pengajuan proposal. Semua itu bukan pekerjaan singkat dan mudah,” pungkas Heru.