Komunitas Pelestari Budaya Bahas Pengajuan Kebaya ke UNESCO
Komunitas Pelestari Kebaya melakukan diskusi bersama dengan Wantimpres, Kemlu, Kemendikbud, Kemenko PMK dan Perwakilan dari UNESCO. Kegiatan ini berkolaborasi dengan PANDI dan di selenggarakan di Kantor DNet ISP, Jakarta Timur (29/11).
Putri Kuswisnu Wardani anggota Wantimpres mengatakan bahwa pada dasarnya semuanya ingin warisan kebudayaan kebaya lestari, asalkan semua bisa duduk bersama dan mencari jalan keluar.
Putri mengatakan bahwa pertemuan antar komunitas pelestari kebaya ini bukan kali pertama, dan merupakan tindak lanjut dari beberapa diskusi yang telah dilakukan silam.
Senada dengan Putri, Ketua Timnas Hari Kebaya Nasional, Lana T Koentjoro menjelaskan diskusi kali ini bertujuan untuk menyamakan persepsi antar komunitas pelestari kebaya. Sehingga mempunyai kesamaan visi misi dan bisa mengambil sikap akhir.
“Kita menanggapi dari berita berita dan dari pihak 4 negara yang sedang dalam berproses untuk mengajukan joint nomination. Jadi hari ini adalah rembuk bersama untuk sosialisasi. Karena mungkin kita kan perlu satu persepsi dulu untuk menentukan langkah apa yang akan kita ambil, apasih yang terbaik untuk ini. Saat ini adalah bagian daripada proses tersebut,” terangnya.
Menurut Heru Nugroho, salah satu pihak yang mulai tahun 2013 ikut terlibat mengawal Tradisi Pencaksilat hingga memperoleh penetapan sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda dari UNESCO pada tahun 2019 mewacanakan agar Indonesia harus segera memutuskan untuk ikut bergabung bersama Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam & Thailand dalam pengajuan Kebaya ke UNESCO yang minggu lalu telah dideklarasikan oleh empat negara Asean tersebut.
“Akan sangat rumit menjelaskan pada masyarakat awam jika Indonesia tidak ikut rombongan pengajuan nominasi yang telah dideklarasikan oleh empat negara tersebut,” terangnya.
Namun menurut Heru, kemungkinaan untuk pengajuan secara single nomination juga bisa disusulkan terpisah nanti, tentu dalam konteks yang berbeda.
Heru menambahkan semua pihak perlu menyadari konsekuensinya, karena hanya berlandaskan kecintaan pada kebaya dan membuat berbagai acara kebaya saja dirasa belum cukup.
“Karena juga harus menggali data-data yang berasal dari berbagai sumber primer untuk digunakan sebagai referensi dasar pengajuan proposal. Semua itu bukan pekerjaan singkat dan mudah,” tutup Heru.