Membumikan Kebaya, Meretas Jalan ke UNESCO
Kebaya adalah busana tradisional yang pada umumnya terbuat dari kain ringan seperti brokat, katun, atau renda. Kebaya juga sering dilengkapi dengan hiasan berupa bordiran sebagai variasi. Biasanya pakaian kebaya dipasangkan bersama dengan kain panjang atau sarung.
Saat ini, kebaya kembali mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah Indonesia seiring dengan bertumbuhnya kesadaran mengenai kekayaan budaya Indonesia.
Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai gerakan dan komunitas yang bertujuan mengangkat kembali kebaya sebagai busana tradisional kebanggaan Indonesia, yang dapat digunakan di dalam setiap aktivitas sehari-hari Pelestarian kebaya sebagai identitas bangsa ditunjukkan oleh Komunitas Alumni Untuk Indonesia yang diantara anggotanya terdiri dari berbagai Alumni Universitas se-Indonesia dan SMA se-Jakarta dengan menggelar sebuah acara ngopi bareng alumni dalam rangka mendukung gerakan kampanye “Kebaya Goes to UNESCO”
“Alumni Untuk Indonesia ini terdiri dari gabungan beberapa alumni swasta, negeri, dan alumni SMA, Universitas, dan berbagai organisasi lainnya. Kita kemas konsep acaranya itu dalam situasi santai sambil ngopi bareng alumni dengan berpakaian kebaya untuk perempuan dan batik untuk laki-laki,” jelas Bilmar Sitanggang, Ketua Panitia Acara Ngopi Bareng Alumni Seri 1 “Kebaya Goes to UNESCO” di Mall Lippo Kemang, Jakarta, Rabu (6/7).
Sebelumnya telah ada Kongres Berkebaya Nasional yang diadakan PBI pada 5 dan 6 April 2021, yakni sebuah kongres yang mengusulkan penetapan Hari Kebaya Nasional dan mendaftarkan kebaya ke UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) Menurut Bilmar, proses pendaftaran usulan agar kebaya menjadi warisan budaya tak benda asal Indonesia ke UNESCO butuh dukungan semua pihak.
Selain itu, warisan budaya tak benda ini diharapkan dapat dilestarikan dari generasi ke generasi untuk memberikan rasa identitas yang berkelanjutan “Kebaya ini menjadi warisan leluhur bukan benda dan kita sadar bahwa ini harus dilakukan dan diperjuangkan bersama agar bisa masuk ke UNESCO. Sambil menunggu kebaya ini diajukan dan dicatat di UNESCO sebagai waraisan leluhur, kita juga harus kerja pararel menjadikan kebaya ini sebagai style sehari-hari dengan berbagai gerakan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bilmar mengatakan kebaya masih menjadi pakaian ekslusif di kalangan masyarakat Indonesia sehingga dibutuhkan berbagai gerakan secara masif agar kebaya menjadi gaya hidup sehari-hari.
“Kalau bicara kebaya, pasti di pikiran kita orang yang mau ke acara resmi, formil, ke tempat pesta. Padahal sebenarnya jika kita flashback, orang tua dulu menggunakan kebaya sebagai busana harian. Di sini kita dari berbagai alumni yang jaringannya cukup luas ikut serta ambil peran agar membumikan kebaya dan bisa diakui oleh UNESCO,” imbuhnya.
Bilmar berpendapat, untuk mengajak anak muda mengenakan kebaya sebagai busana harian, diperlukan strategi pendekatan melalui fashion yakni dengan melibatkan para desainer untuk merancang kebaya yang diakulturasikan gaya modern sehingga dapat menjadi tren dan gaya hidup. “Kebaya tidak hanya satu model, untuk menyesuaikan ke anak muda, kita harus bisa mengajak para designer untuk menyesuaikan model-model kebaya dengan yang kekinian,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia, Putri K Wardhani turut hadir untuk mendukung gerakan masyarakat yang ingin mendaftarkan kebaya Indonesia sebagai warisan budaya ke UNESCO. Bagi Putri, Kebaya tak hanya bernilai budaya tapi juga berpotensi menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi.
“Selain penguatan kecintaan pada budaya bangsa yang berkontribusi terhadap rasa persatuan dan kebanggaan terhadap Indonesia, kebaya juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan bisa dinikmati oleh begitu banyak pelaku dan memperkejakan begitu banyak orang,” imbuhnya. Menurut Putri, salah satu faktor yang mendukung kemajuan industri pariwisata adalah industri fesyen berbasis budaya Indonesia. Kebaya bisa menjadi identitas bangsa sekaligus penghasil devisa untuk negara.
“Semua busana kebaya beserta aksesorisnya digerakkan oleh industri berbasis budaya dalam hal ini industri fashion tradisional. Selain perkuatan daripada jati diri bangsa, kita juga ingin memajukan pariwisata Indonesia sebagai salah satu sektor andalan ekonomi penghasil devisa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Putri mengatakan bahwa busana berkebaya akan turut serta diperkenalkan dalam pergelaran G-20 mendatang sebagai bagian dari upaya memperkenalkan identitas bangsa ke manca negara “Kami akan mempromosikan kebaya di acara G20, tentu kita ingin menjadikan budaya berkebaya dan berkain sarung ini sebagai salah satu kelebihan kita yang inklusif dan menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat Indonesia,” katanya. (M-2)
Sumber: mediaindonesia.com