PANDI Bersama Kementerian-Lembaga dan Komunitas Atur Strategi Pengajuan Kebaya ke UNESCO
Jakarta – Berkolabrasi dengan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), Komunitas Pelestari Kebaya yang tergabung dalam Timnas Hari Kebaya Nasional melakukan diskusi bersama Wantimpres, Kemlu, Kemendikbud, Kemenko PMK dan Perwakilan dari UNESCO di Kantor DNet ISP, Jakarta.
Kegiatan ini berkaitan dengan langkah pemerintah Indonesia untuk mengajukan kebaya sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Anggota Wantimpres, Putri Kuswisnu Wardani, mengatakan pada dasarnya semua pihak ingin warisan kebudayaan kebaya lestari, asalkan semuanya bisa duduk bersama dan mencari jalan keluar.
“Idealnya tentu kita maunya single nomination, akan tetapi semua pilihan itu tentunya kita dampingi. Kebetulan Malaysia yang sudah berinisiatif dan berembuk ke Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam,” kata Putri melalui keterangannya, Kamis (1/12/2022).
“Kita tak akan pernah tahu kalau kita tidak masuk ke dalam itu. Maka dari itu, joint nomination juga perlu dipertimbangkan. Kalau pun masih belum mengerucut, masih ada waktu hingga 2023 untuk memutuskan,” sambungnya.
Senada dengan Putri, Ketua Timnas Hari Kebaya Nasional Lana T Koentjoro, menjelaskan diskusi kali ini bertujuan untuk menyamakan persepsi antar-komunitas pelestari kebaya. Dengan demikian, semuanya mempunyai kesamaan visi misi dan bisa mengambil sikap akhir.
“Kita menanggapi dari berita dan pihak empat negara yang sedang dalam berproses untuk mengajukan joint nomination kebaya ke UNESCO. Tentunya banyak pertanyaan ke kami dari Timnas sendiri. Jadi teman-teman di komunitas, ayo kita bikin forum untuk kita diskusi,” tutur Lana.
Ia menambahkan, semua pihak yang terlibat perlu satu persepsi untuk menentukan langkah apa yang akan diambil. Menurutnya, diskusi ini adalah bagian dari proses tersebut.
Indonesia Harus Segera Ambil Keputusan
Menurut Wakil Ketua PANDI Heru Nugroho, salah satu pihak yang sejak 2013 ikut terlibat mengawal Tradisi Pencaksilat hingga memperoleh penetapan sebagai Warisan Budaya Takbenda dari UNESCO pada 2019, mewacanakan agar Indonesia harus segera memutuskan untuk ikut bergabung bersama Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam dan Thailand dalam pengajuan Kebaya ke UNESCO.
“Akan sangat rumit menjelaskan pada masyarakat awam jika Indonesia tidak ikut rombongan pengajuan nominasi yang telah dideklarasikan oleh empat negara tersebut,” paparnya.
Namun menurut Heru, kemungkinan untuk pengajuan secara single nomination juga bisa disusulkan terpisah nanti, tentu dalam konteks yang berbeda.
“Pada daftar Warisan Budaya Dunia Takbenda tentang Pencaksilat, ada dua konteks berbeda yang mendapat penetapan dari UNESCO, yaitu Pencaksilat sebagai sebuah tradisi dan budaya yang diusulkan secara single nomination oleh Indonesia, sedangkan usulan dari Malaysia yang juga mendapat penetapan yang sama, lebih menekankan pada konteks bela diri dan olahraga,” ungkap Heru.
Gagasan yang sama juga disuarakan secara eksplisit oleh beberapa perwakilan komunitas dan lembaga yang hadir pada pertemuan ini.
Mereka adalah Pewaris Kebaya Labuh, Pewaris Kebaya Kerancang, Komunitas perempuan Berkebaya (KPB), Perempuan Berkebaya Indonesia {PBI), Perempuan Indonesia Maju (PMI), Komunitas Notaris Indonesia Berkebaya (KNIB), Pecinta Sanggul Nusantara, Pertiwi Indonesia, Cinta Budaya Nusantara (CBN), dan Citra Kartini Indonesia (CIRI).
Juga ada Rampak Sarinah, Institut Sarinah, Himpunan Ratna Busana, Sekar Ayu Jiwanta, Asosiasi Tradisi Lisan, Komunitas Diajeng, Komunitas Kebaya Kerancang, Warisan Melayu, Lembaga Adat Riau, Sanggar Lembayung, Himpunan Ratna Busana, dan Dewan Kesenian Kepri.
Jangan Merasa Kehilangan Peluang
Ia berpendapat pecinta budaya kebaya di Indonesia tak perlu merasa kehilangan peluang untuk pengajuan nominasi kebaya secara single nomination, karena kemungkinan tersebut masih terbuka.
“Dugaan saya Indonesia memiliki tradisi berbusana kebaya yang cukup panjang dibanding negara ASEAN lainnya, serta keragaman yang sulit ditandingi negara manapun, mengingat penduduk indonesia terdiri dari banyak suku bangsa,” tambah Heru yang ikut menginisiasi gerakan cinta kebaya melalui website www.tradisikebaya.id.
Heru menambahkan semua pihak perlu menyadari konsekuensinya, karena hanya berlandaskan kecintaan pada kebaya dan membuat berbagai acara kebaya saja dirasa belum cukup.
“Kita juga harus menggali data-data yang berasal dari berbagai sumber primer untuk digunakan sebagai referensi dasar pengajuan proposal. Semua itu bukan pekerjaan singkat dan mudah,” Heru memungkaskan.