Kebaya Goes to UNESCO Kebaya Goes to UNESCO
  • Tentang Kami
    • Tentang Tradisikebaya.id
    • Redaksi
  • Sosok Berkebaya
  • Serba-Serbi
    • Serba-Serbi Kebaya
    • Busana Tradisional
  • Berita
    • Artikel
    • Sorotan Media
    • Video
  • Galeri
    • Kebaya Goes to UNESCO
    • Galeri Kegiatan
    • Lenggang Bali Pertiwi
  • Referensi
  • Dukungan
  • 22 August 2022

‘Tradisi Kebaya’ Sepakat Ajukan Kebaya ke Unesco Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Lewat Single Nation

Dukungan masyarakat terhadap Kebaya semakin masif.

Dream – Kebaya begitu lekat tradisi di Indonesia, bahkan kini penggunaan kebaya semakin luas. Tak lagi sebagai item yang terkesan bisa dikenakan untuk acara formal saja, namun kebaya bisa dikenakan di segala waktu.

Hal itu terlihat ketika banyak komunitas dan lembaga ikut menyemarakkan ajakan berkebaya melalui berbagai kegiatan.

Dukungan masyarakat terhadap Kebaya semakin masif, seiring rencana pengusulan busana Kebaya ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.

Di tengah ramainya gaung Kebaya Goes to UNESCO, muncul isu bahwa Kebaya akan diajukan bersama-sama (Multi Nation) dengan negara Malaysia, Singapura dan Brunei Darusalam.

Latar belakang pengajuan tersebut diklaim karena kesamaan budaya. Wacana tersebut telah digaungkan pemerintah melalui Kemendikbud dan didukung oleh satu lembaga kelompok perempuan pecinta berkebaya.

Namun mayoritas pecinta kebaya lain menolak wacana tersebut dan memilih upaya pengajuan nominasi ke UNESCO secara single nation yang berarti diajukan oleh pemerintah Indonesia secara sendiri.

Pendapat tersebut disuarakan pada saat Parade Kebaya Nusantara di Sarinah, Jakarta, Sabtu, 13 Agustus 2022 lalu.

Wacana penolakan atas pendapat Kemendikbud tersebut mendapat dukungan dari Anggota Wantimpres, Sidarto Danusubroto, dan Menteri PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Bintang Darmawati saat menghadiri acara Parade yang dilaksanakan pada Sabtu silam.

Menyikapi hal tersebut, Etti RS, Wakil Ketua Yayasan Kebudayaan Rancagé, salah satu anggota Koalisi Tradisikebaya.id, berpandangan bahwa pengajuan warisan budaya melalui jalur Multi Nation memungkinkan penolakan dari masyarakat Indonesia.

Sekalipun pengajuan ke UNESCO merupakan otoritas pemerintah, tetapi sebaiknya melalui proses penjajakan yang melibatkan segenap masyarakat.

Hal ini dilakukan karena setiap negara memiliki kekhasan budaya yang dilatari pola kehidupan masyarakat setempat.

“ Pengajuan kebaya ke UNESCO oleh beberapa negara dapat membiaskan riwayat budaya, dari mana sesungguhnya asal mula busana tersebut? Selain itu, apabila diakui oleh banyak negara, mungkin saja kebaya tidak lagi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, bukan lagi bagian dari jati diri bangsa. Karena itu, saya kira akan banyak komunitas yang menolak wacana ini,” ucap Etti.

Etti mengungkapkan bahwa jika wacana ini dilanjutkan, dapat berdampak pada warisan budaya lainnya.

” Bayangkan jika satu persatu budaya milik kita dicicil untuk didaftarkan dengan negara lain sebagai ‘milik bersama’, kelak anak-cucu kita akan benar-benar kehilangan akar,” katanya lagi.

Tak cuma soal riwayat budaya saja, beberapa masalah jati diri juga sering mendera Tanah Air.

Etti memberi contoh seperti klaim sebagian wilayah tanah air oleh negara lain, bahasa Indonesia yang didesak bahasa asing, lebih mencintai produk luar negeri daripada produk bangsa sendiri, dan sebagainya.

” Demikian pula dalam bidang budaya. Bangsa kita nyaris tak berdaya mempertahankan apa yang diwariskan para leluhur, sehingga banyak warisan yang lenyap, dibiarkan tenggelam, atau bahkan diakui oleh bangsa lain. Kita harus menjaga identitas tersebut. Sebab jika identitas kita sudah hilang, maka bisa hilang segalanya,” jelasnya.

Di tempat terpisah, pekerja seni sekaligus sobat kebaya, Dian Sastrowardoyo yang juga salah satu anggota Koalisi Tradisikebaya.id mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan kebaya sebagai busana kebanggaan bangsa Indonesia.

Dian Sastro, nama tenarnya, berharap pemerintah bisa mencanangkan kebaya sebagai pakaian wajib yang digunakan pada hari-hari tertentu, seperti halnya batik

© Instagram.com/therealdisastr

“ Kalau dulu kita wajib berbatik sewaktu berangkat kerja, atau ke sekolah, atau kuliah, kalau bisa suatu hari dicanangkan sama pemerintah, busana nasional atau kebaya wajib (digunakan) satu atau dua hari dalam seminggu. Supaya kita tuh balik ke tradisi, ke adat. Karena itu yang justru membedakan kita dari bangsa-bangsa lain,” tambahnya.

Menurut Dian Sastro, masyarakat Indonesia harus membuktikan kepada UNESCO bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang pakai kebaya.

© Instagram.com/therealdisastr

Ia juga mengajak agar masyarakat Indonesia berperan serta dalam gerakan ‘Kebaya Goes to UNESCO‘ dengan mengunggah foto di laman Tradisikebaya.id.

Hal itu bertujuan agar kebaya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO.

” Caranya gampang banget kita tinggal berfoto dengan kebaya kita masing-masing. Kemudian kita unggah pada website Tradisikebaya.id, gerakan ini dimulai dari 9 agustus 2022 sampai dengan 9 Desember 2022,”
tutur ibu dua anak.

” Yuk, makanya kita lestarikan Kebaya supaya bisa dijadikan sebagai warisan budaya dunia tak benda dari Indonesia untuk dunia,” ajak Dian antusias.

Popular

  • Peserta Konvoi Kebaya Goes to UNESCO Nyanyikan Lagu Nasional
  • Lia Natalia, Wartawati Yang Memilih Berkebaya Setiap Hari, Telah Sewindu Berkebaya
  • Komunitas Pelestari Kebaya Gelar Diskusi untuk Samakan Visi dan Misi
  • Joging dengan Kebaya, Menlu Retno Dukung Kebaya Jadi Warisan UNESCO

© Kebaya Goes to UNESCO 2022