Kebaya Kartini Siap Menjadi Warisan Dunia tak Benda
JAKARTA, KRJOGJA.com – Kebaya Kartini dan Kebaya Kutubaru siap didaftarkan menjadi warisan dunia tak benda. Pengajuan oleh organisasi Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) bersama seluruh komunitas pecinta kebaya sebagai warisan dunia tak benda kepada UNESCO. Pengajuan akan dilakukan pada 31 September 2021 dan diperkirakan selesai 1,5 tahun kemudian.
Ketua PBI, Rahmi Hidayati di Jakarta,Kamis (1/4 2021) dalam temu media virtual Kongres Berkebaya Nasional (KBN) 2021 menjelaskan aebelum diajukan ke UNESCO, kebaya akan dicatatkan terlebih dahulu dalam catatan warisan budaya nasional. Setelah itu, barulah didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan dunia. “Sejak pendaftaran sampai diumumkan itu makan waktu sekira 1,5 tahun lamanya,” ujar Rahmi .
Ada dua jenis kebaya yang siap diajukan sebagai warisan dunia tak benda, yakni kebaya Kartini dan kutubaru. Kebaya jenis lain, yakni kebaya encim, telah lebih dulu didaftarkan Pemerintah DKI Jakarta dalam situs warisan budaya nasional.
Perkembangan kebaya saat ini sudah demikian pesat. Banyak kreativitas yang lahir dari budaya berkebaya, termasuk jenis dan modelnya yang beraneka ragam. Lebih dari itu, kebaya telah menjadi bagian dari nafas industri kreatif di Indonesia.
“Jadi bicara kebaya masa kini, bukan lagi sekedar pakaian adat tradisional milik etnis tertentu, tapi lebih dari itu, bicara juga masalah pemberdayaan ekonomi dan industri kreatif,” imbuh Rahmi.
Indonesia sudah menyumbangkan banyak warisan dunia melalui UNESCO. Mulai warisan alam, cagar budaya dan karya budaya tak benda. Karya budaya tak benda yang telah terdaftar diantaranya adalah keris, batik, angklung, wayang, tari saman, noken, silat dan pantun.
Desainer Musa Widyatmodjo menjelaskan, kata kebaya awalnya diduga berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘abaya’, yang berarti pakaian. Namun ada juga pendapat yang menyebutkan kebaya berasal dari negeri Tiongkok dan sudah dikenal dan dikenakan sejak ratusan tahun yang lalu.
Jenis pakaian kebaya, terang Musa, kemudian menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Setelah akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, pakaian kebaya akhirnya diterima dalam adab budaya dan norma masyarakat setempat.
“Kebaya juga sebagai salah satu alat pemersatu bangsa Indonesia. Terbukti hampir diseluruh belahan nusantara memiliki ragam kebaya hanya berbeda sebutan atau desainnya namun pakem kebaya tetap ada dan selalu sama dimana-mana,” ujarnya.
Saat ini Kebaya kembali mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah Indonesia seiring tumbuhnya kesadaran mengenai kekayaan budaya Indonesia. Hal ini ditandai dengan maraknya kemunculan berbagai komunitas perempuan yang bertujuan mengangkat kembali kebaya sebagai busana tradisional kebanggaan Indonesia, yang dapat digunakan di dalam setiap aktivitas sehari-hari. Bahkan kebaya sering dipakai di acara-acara penting, termasuk pernikahan maupun acara resmi lainnya
Sumber: KRJogja