Inggit Garnasih
Kebaya Peniti yang Mempesona
Oleh: Nury SybliKebaya kembang-kembang dengan sanggul berhias bunga merah yang melekat pada sosok dewasa itu langsung membayang-bayangi ingatan seorang pemuda selepas pandangan pertama di ambang pintu rumah di Jln. Ciateul 8, Bandung. Inggit Garnasih, perempuan indah berkebaya itu telah memesona Soekarno muda (Kusno) yang datang ke rumahnya sebagai perantau.
Kisah ini bermula ketika Soekarno lulus hoogere burger school (HBS) dari Surabaya (setingkat SMA) akhir Juni 1921. Soekarno muda datang ke Bandung dengan impian besar. Ia ingin ingin menjadi seorang insinyur sipil dengan kuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung).
Cerita Inggit dan Soekarno adalah sebuah kisah indah, humanis, sekaligus inspiratif dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Bukan hanya kisah asmara dua manusia, tetapi juga tentang perjuangan dan pengorbanan mereka untuk kemerdekaan Indonesia.
Inggit, perempuan kelahiran Bandung , 17 Februari 1888, ini dikenal sebagai perempuan yang senang bersolek dan rapi. Hingga 1982, di usianya yang kian renta, Inggit masih setia pada kebaya berpeniti. “Bu Inggit senang akan kerapian,” kata keponaknnya, Ratna Djuami, di buku Kisah-Kisah Istimewa Inggit Garnasih.
Sosoknya keibuan, dikagumi banyak orang itu merawat dirinya dengan bedak yang ia ciptakan sendiri dan merias tubuhnya dengan balutan kebaya, batik, dan gelung. Itu semua ia lakukan sejak masa muda hingga tutup usia.
Seorang perajin kain batik asal Garut pernah meminta Inggit menjadi modelnya untuk mengenakan kebaya lurik dan batik garutan bermotif merak ngibing, batik khas Jawa Barat. Motif kebaya lurik hasil rancangan orang Garut ini penuh corak garis-garis vertikal, sepintas mirip lurik Jawa. Inggit menjadi model kebaya itu pada usia 30 tahunan, sebelum bertemu Putra sang Fajar.
Inggit hidup bersama Soekarno hampir 20 tahun dalam suka dan duka. Pada saatnya ia kemudian merelakan Soekarno untuk Fatmawati di pintu gerbang Istana Merdeka dengan penuh kasih, maaf, dan doa.