Kebijakan Pemerintah Tentang Kebaya
Pemakaian kebaya di masa lalu merupakan budaya turun temurun yang sudah mengakar kuat di masyarakat Indonesia. Seiring dengan masuknya budaya dari luar khususnya Barat disusul Timur Tengah, pemakaian kebaya semakin surut dan tidak lagi banyak terlihat di keseharian perempuan. Hanya di acara acara tertentu saja kebaya masih ditampilkan khususnya pada acara yang mengagungkan seni budaya tradisional.
Setelah mengalami pasang surut, gerakan berkebaya kembali saat ini mulai bermunculan di berbagai komunitas. Khususnya Perempuan Berkebaya Indonesa sangat menaruh perhatian besar terhadap pelestarian kebaya dan berupaya dapat digunakan sesering dan sebanyak mungkin oleh perempuan yang berusia lanjut ataupun kaum muda.
Namun demikian gerakan ini tidak akan dengan mudah menampakkan hasilnya apabila tidak dibarengi dengan kebijakan pemerintah baik Pusat maupun Daerah untuk mendorong pemakaian berkebaya semakin massif.
Sebenarnya kalau ditinjau kembali dari aspek kebijakan pemerintah, kebaya pernah ditetapkan sebagai busana nasional perempuan Indonesia dalam lokakarya di Jakarta 1978 yang diikuti oleh perwakilan seluruh provinsi di Indonesia. Dan kalau dirunut kembali, kebaya pun sudah ditetapkan sebagai busana Nasional di dalam Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 1972 tentang Djenis-Djenis Pakaian Sipil dan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan (Sumber: m.cnnindonesia.com, Melestarikan Kebaya sebagai Busana Nasional Indonesia, 2019). Namun demikian kebijakan secara nasional di era sekarang belum terdengar lagi. Justru kebijakan secara sektoral baik Pemerintah Daerah maupun kantor kementrian saat ini sudah mulai menggeliat.
Di tingkat Pemerintah Daerah, ada beberapa kebijakan yang sudah digulirkan terkait pemakaian busana adat atau busana tradisional di lingkup Pemda. Sebut saja Walikota Bandung saat itu, Ridwan Kamil mengejawantahkan pelestarian budaya Sunda dalam Peraturan Daerah No. 9/2012 Pasal 10 ayat 1b yang berbunyi, tiap Rabu ditetapkan sebagai hari berbahasa Sunda dalam semua kegiatan baik pendidikan, pemerintahan dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap Rabu di dinas pemerintahan, parapegawai negeri sipil (PNS) menggunakan pakaian adat Sunda, pangsi untuk laki-laki dan kebaya untuk perempuan. Di beberapa daerah di jawa Barat pun menyusul menetapkan kebijakan Rebo Nyunda sebagai wahana pelestarian budaya.
Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, pemakaian busana adat diatur dalam PERGUB Prov DIY No 87 Tahun 2014 yang diubah dengan PERGUB no 12 tahun 2015. Sedangkan Pemprov Jateng sudah menetapkan kebijakan pegawai dan karyawan Pemprov Jateng wajib mengenakan pakaian adat Jawa pada Kamis pekan pertama dan ketiga sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 065/0016031/2019.
Dengan adanya beberapa contoh kebijakan di tingkat sektoral ini, masih perlu adanya dorongan untuk pemakaian kebaya sebagai busana adat/tradisional yang makin meluas diberbagai daerah. Selain itu juga , walaupun sudah ada kebijakan pemerintah daerah, masih banyak instansi yang belum menerapkan karena kendala teknis ataupun kurungnya sosialisasi program.
Kebijakan sektoral yang didasari oleh otonomi daerah perlu diperkuat oleh kebijakan di tingkat Nasional agar supaya tidak terjadi tumpang tindih peraturan yang tidak sinkron satu sama lain. Contohnya adalah kebijakan Kemendagri tahun 2016 yang menteapkan ASN menggunakan kemeja putih dan bawahan hitam pada hari Rabu. Hal ini tidak sinkron dengan kebijakan Rebo Nyunda yang telah ditetapkan oleh pemda-pemda di Jawa Barat. Dengan demikian maka perlunya kebijakan Nasional dan Regional yang saling mendukung satu sama lain agar supaya pemakaian kebaya dan busana adat tetap menjadi kebijakan unggulan bagi selurun instansi pemerintah.
Peran pemerintah khususnya dalam pemakaian kebaya dan busana adat ini merupakan faktor pendorong yang sangat penting ketika penerapannya dilaksanakan di sekolah-sekolah atau kampus. Penggunaan kebaya akan dengan cepat menjadi massif dan akan menjadi peletak dasar kesadaran pentingnya pelestarian busana daerah di usia dini.
Usulan pemakaian kebaya dan busana adat diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan kebijakan pemerintah dengan program-program yang dapat direalisasikan. Untuk upaya ini, perlu ada sinkronisasi antar kementrian (Kemendikbud, Kemendagri, KemenPANR) dan tentu juga didorong oleh lembaga legislatif (DPR) yang merumuskan Undang-Undang sehingga Kebaya makin eksis sebagai Busana Nasional sebagaimana kebijakan di masa lalu.